Bahkan di dalam Kitab-Nya yang mulia termaktub banyak ayat yang memberikan wasiat dan mendorong untuk berbakti kepada orang tua, serta menjanjikan banyak kebaikan bagi seorang yang berbakti dan mengancam dengan balasan yang akan menimpa orang yang mendurhakai ayah bundanya.
Sesosok anak tidak akan dapat terlepas dari ayah dan ibunya.
Bagaimanapun keadaannya, ia adalah bagian dari diri keduanya. Dia adalah darah
daging keduanya. Rahim ibu adalah tempat buaiannya yang pertama di dunia ini.
Air susunya menjadi sumber makanan yang menumbuhkan jasadnya. Kasih sayang ibu
adalah ketenangan yang selalu dia rindukan. Kerelaan ibu untuk berjaga membuat
nyenyak tidurnya
Timangan sang ayah dirasakan sebagai kekokohan. Perasan
keringat ayah memberikan rasa kenyang dan hangat bagi dirinya. Doa-doa yang
mereka panjatkan menjadi sebab segala kebaikan yang didapatinya. Tak terhitung
segala kebaikan yang mereka curahkan untuk buah hati mereka.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam alqur’an yang
artinya:
“Dan beribadahlah kepada Allah, dan janganlah kalian
menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan berbuat baiklah kepada kedua orang
tua.” (An-Nisa: 36)
Dalam kalam-Nya ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan
untuk beribadah hanya kepada-Nya semata dan tidak menyekutukan-Nya, karena
Dialah Al-Khaliq (Yang Menciptakan), Ar-Raziq (Yang Memberikan Rizki),
Al-Mun’im (Yang Memberikan Nikmat), yang memberikan keutamaan kepada
makhluk-Nya setiap saat dan setiap keadaan.
Oleh karena itu, Dialah yang berhak
untuk diesakan dan tidak disekutukan dengan sesuatu pun dari kalangan
makhluk-Nya.
Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Rasulullah Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Mu’adz bin Jabal radhiallahu ‘anhu:
“Tahukah engkau, apa hak Allah atas hamba-Nya?” Mu’adz
menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Beliau (Rasulullah) berkata,
“Yakni beribadah hanya kepada-Nya dan tidak
menyekutukan-Nya dengan
sesuatupun.”
Kemudian beliau berkata lagi, “Tahukah engkau, apa hak hamba atas
Allah bila mereka melaksanakannya? Allah tidak akan mengadzab mereka.” (HR. Al
Bukhari no 5967 dan Muslim no. 30)
Setelah itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala mewasiatkan untuk
berbuat baik kepada kedua orang tua, karena Allah jadikan keduanya sebagai
sebab keluarnya seseorang dari ketiadaan menjadi ada. (Tafsir Ibnu Katsir,
2/213)
Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan untuk bersyukur
kepada-Nya dengan melaksanakan peribadahan kepada-Nya serta menunaikan
hak-hak-Nya, dan tidak menggunakan nikmat-nikmat yang dianugerahkan-Nya untuk
bermaksiat pada-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga memerintahkan untuk
bersyukur kepada kedua orang tua dengan berbuat baik kepada keduanya. Hal ini
dilakukan dengan berucap lemah lembut, melakukan perbuatan yang baik, dan
merendahkan diri terhadap mereka.
Juga dengan memuliakan dan menanggung
keperluan hidupnya, serta tidak menyakiti mereka dengan cara apa pun, baik
dengan ucapan atau pun perbuatan. (Taisirul Karimir Rahman, hal. 648)
Sekali waktu seorang pria datang kepada Nabi Muhammad SAW
dan mengatakan bahwa dia tidak bisa ikut serta dalam haji karena ia harus
merawat ibunya yang sudah tua. Nabi Muhammad SAW mengatakan “Anda tidak perlu
khawatir. Dengan perbuatan Anda ini akan Anda peroleh pahala lebih dari haji.”
Ini tidak berarti bahwa ayah tidak memiliki kedudukan yang
sama seperti ibu. Jika surga berada di bawah telapak kaki ibu, ayah memiliki
kunci untuk memasuki surga itu. Kedudukan ayah dalam Islam dapat dijelaskan
melalui ayat Al-Qur’an:
“Keridhaan Allah SWT ada pada keridhaan ayah (orang tua),
dan kemurkaan Allah SWT ada dalam kemurkaan ayah (orang tua).”
Ayah adalah pribadi-pribadi yang indah yang bekerja siang
dan malam untuk kebahagiaan anak-anak mereka. Mereka mengorbankan kesenangan
mereka agar dapat memberikan anak-anaknya apapun yang mereka inginkan. Seorang
anak tidak akan bisa membalas semua kebaikan yang pernah yang ayahnya lakukan
untuknya sehingga ia harus menunjukkan rasa terima kasihnya untuk ayahnya
dengan menjadi patuh.
Bentuk bentuk berbakti kepada orang tua antara lain:
1. Bersikaplah secara baik, pergauli mereka dengan cara yang
baik pula, yakni dalam berkata-kata, berbuat, memberi sesuatu, meminta sesuatu
atau melarang orang tua melakukan suatu hal tertentu.
2. Jangan mengungkapkan kekecewaan atau kekesalan, meski
hanya sekadar dengan ucapan ‘uh’. Sebaliknya, bersikaplah rendah hati, dan
jangan angkuh.
3. Jangan bersuara lebih keras dari suara mereka, jangan
memutus pembicaraan mereka, jangan berhohong saat beraduargumentasi dengan
mereka, jangan pula mengejutkan mereka saat sedang tidur, selain itu,jangan
sekali-kali meremehkan mereka.
4. Berterima kasih atau bersyukurlah kepada keduanya,
utamakan keridhaan keduanya, dibandingkan keridhaan kita diri sendiri,
keridhaan istri atau anak-anak kita.
5. Lakukanlah perbuatan baik terhadap mereka, dahulukan
kepentingan mereka dan berusahalah ‘memaksa diri’ untuk mencari keridhaan
mereka.
6. Rawatlah mereka bila sudah tua, bersikaplah lemahlembut
dan berupayalah membuat mereka berbahagia, menjaga mereka dari hal-hal yang
buruk, serta menyuguhkan hal-hal yang mereka sukai.
7. Berikanlah nafkah kepada mereka, bila memang dibutuhkan.
Allah berfirman:
“Dan apabila kalian menafkahkan harta, yang paling berhak
menerimanya adalah orang tua, lalu karib kerabat yang terdekat.” (Al-Baqarah :
215)
8. Mintalah ijin kepada keduanya, bila hendak bepergian,
termasuk untuk melaksanakan haji, kalau bukan haji wajib, demikian juga untuk
berjihad, bila hukumnya fardhu kifayah.
9. Mendoakan mereka, seperti disebutkan dalam Al-Qur’an:
“Dan ucapanlah, “Ya Rabbi, berikanlah kasih sayang kepada
mereka berdua, sebagaimana menyayangiku di masa kecil.” (Al-Isra : 24)[8]
Sedangkan menurut hadits-hadits yg shahih tentang amal-amal
yg diperuntuk untuk kedua orang tua yg sudah wafat, ialah :
[1] Mendo’akannya
[2] Menshalatkan ketika orang tua meninggal
[3] Selalu memintakan ampun untuk keduanya.
[4] Membayarkan hutang-hutangnya
[5] Melaksanakan wasiat yg sesuai dgn syari’at.
[6] Menyambung tali silaturrahmi kpd orang yg kedua juga
pernah menyambungnya
[Diringkas dari beberapa hadits yg shahih]
Ada setumpuk bukti, bahwa berbakti kepada kedua orang tua
–dalam wacana Islam- adalah persoalan utama, dalam jejeran hukum-hukum yang
terkait dengan berbuat baik terhadap sesama manusia.
Allah sudah cukup
mengentalkan wacana ‘berbakti’ itu, dalam banyak firman-Nya, demikian juga
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, dalam banyak sabdanya, dengan
memberikan ‘bingkai-bingkai’ khusus, agar dapat diperhatikan secara lebih
saksama.
Di antara tumpukan bukti tersebut adalah sebagai berikut:
1. Allah ‘menggandengkan’ antara perintah untuk beribadah
kepada-Nya, dengan perintah berbuat baik kepada orang tua:
“Allah telah menetapkan agar kalian tidak beribadah
melainkan kepada-Nya; dan hendaklah kalian berbakti kepada kedua orang tua.”
(Al-Israa : 23)
2. Allah memerintahkan setiap muslim untuk berbuat baik
kepada orang tuanya, meskipun mereka kafir:
“Kalau mereka berupaya mengajakmu berbuat kemusyrikan yang
jelas-jelas tidak ada pengetahuanmu tentang hal itu, jangan turuti; namun
perlakukanlah keduanya secara baik di dunia ini.” (Luqmaan : 15)
Imam Al-Qurthubi menjelaskan, “Ayat di atas menunjukkan
diharuskannya memelihara hubungan baik dengan orang tua, meskipun dia kafir.
Yakni dengan memberikan apa yang mereka butuhkan. Bila mereka tidak membutuhkan
harta, bisa dengan cara mengajak mereka masuk Islam..[1]“
3. Berbakti kepada kedua orang tua adalah jihad.
Abdullah bin Amru bin Ash meriwayatkan bahwa ada seorang
lelaki meminta ijin berjihad kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam.
Beliau bertanya, “Apakah kedua orang tuamu masih hidup?” Lelaki itu menjawab,
“Masih.” Beliau bersabda, “Kalau begitu, berjihadlah dengan berbuat baik
terhadap keduanya.” (Riwayat Al-Bukhari dan Muslim)
4. Taat kepada orang tua adalah salah satu penyebab masuk
Surga.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Sungguh
kasihan, sungguh kasihan, sungguh kasihan.” Salah seorang Sahabat bertanya,
“Siapa yang kasihan, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang yang sempat
berjumpa dengan orang tuanya, kedua-duanya, atau salah seorang di antara
keduanya, saat umur mereka sudah menua, namun tidak bisa membuatnya masuk
Surga.” (Riwayat Muslim)
Beliau juga pernah bersabda:
“Orang tua adalah ‘pintu pertengahan’ menuju Surga. Bila
engkau mau, silakan engkau pelihara. Bila tidak mau, silakan untuk tidak
memperdulikannya.” (Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, dan beliau berkomentar,
“Hadits ini shahih.” Riwayat ini juga dinyatakan shahih, oleh Al-Albani.)
Menurut para ulama, arti ‘pintu pertengahan’, yakni pintu terbaik.
5. Keridhaan Allah, berada di balik keridhaan orang tua.
“Keridhaan Allah bergantung pada keridhaan kedua orang tua.
Kemurkaan Allah, bergantung pada kemurkaan kedua orang tua[2].”
6. Berbakti kepada kedua orang tua membantu meraih
pengampunan dosa.
Ada seorang lelaki datang menemui Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam sambil mengadu, “Wahai Rasulullah! Aku telah
melakukan sebuah perbuatan dosa.” Beliau bertanya, “Engkau masih mempunyai
seorang ibu?” Lelaki itu menjawab, “Tidak.” “Bibi?” Tanya Rasulullah lagi.
“Masih.” Jawabnya. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Kalau
begitu, berbuat baiklah kepadanya.”
7. Berbakti kepada orang tua, membantu menolak musibah.
Hal itu dapat dipahami melalui kisah ‘tiga orang’ yang
terkurung dalam sebuah gua. Masing-masing berdoa kepada Allah dengan
menyebutkan satu amalan yang dianggapnya terbaik dalam hidupnya, agar menjadi
wasilah (sarana) terkabulnya doa.
Salah seorang di antara mereka bertiga,
mengisahkan tentang salah satu perbuatan baiknya terhadap kedua orang tuanya,
yang akhirnya, menyebabkan pintu gua terkuak, batu yang menutupi pintunya
bergeser, sehingga mereka bisa keluar dari gua tersebut. (Diriwayatkan oleh
Al-Bukhari dan Muslim)
8. Berbakti kepada orang tua, dapat memperluas rezki.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
“Barangsiapa yang ingin rezkinya diperluas, dan agar usianya diperpanjang
(dipenuhi berkah), hendaknya ia menjaga tali silaturahim.” (Al-Bukhari dan
Muslim)
Berbakti kepada kedua orang tua adalah bentuk aplikasi
silaturahim yang paling afdhal yang bisa dilakukan seorang muslim, karena
keduanya adalah orang terdekat dengan kehidupannya.
9. Doa orang tua selalu lebih mustajab.
Dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Ada tiga bentuk doa yang amat
mustajab, tidak diragukan lagi: Doa orang tua untuk anaknya, doa seorang
musafir dan orang yang yang terzhalimi.”
10. Harta anak adalah milik orang tuanya.
Saat ada seorang anak mengadu kepada Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam, “Wahai Rasulullah! Ayahku telah merampas hartaku.”
Rasulullah bersabda, “Engkau dan juga hartamu, kesemuanya adalah milik
ayahmu[3].”
11. Jasa orang tua, tidak mungkin terbalas.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
“Seorang anak tidak akan bisa membalas budi baik ayahnya,
kecuali bila ia mendapatkan ayahnya sebagai budak, lalu dia merdekakan.”
(Dikeluarkan oleh Muslim)
12. Durhaka kepada orang tua, termasuk dosa besar yang
terbesar.
Dari Abu Bakrah diriwayatkan bahwa Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Maukah kalian kuberitahukan dosa besar
yang terbesar?”
Para Sahabat menjawab, “Tentu mau, wahai Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam.”
Beliau bersabda, “Berbuat syirik kepada Allah,
dan durhaka terhadap orang tua.” Kemudian, sambil bersandar, beliau bersabda
lagi, “..ucapan dusta, persaksian palsu..” Beliau terus meneruskan mengulang
sabdanya itu, sampai kami (para Sahabat) berharap beliau segera terdiam.
(Al-Bukhari dan Muslim)
13. Orang yang durhaka terhadap orang tua, akan mendapatkan
balasan ‘cepat’ di dunia, selain ancaman siksa di akhirat[4].
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Ada dua
bentuk perbuatan dosa yang pasti mendapatkan hukuman awal di dunia: Memberontak
terhadap pemerintahan Islam yang sah, dan durhaka terhadab orang tua.”
Penghambaan diri kepada Allah, jelas harus lebih diutamakan.
Karena manusia diciptakan memang hanya untuk tujuan itu. Namun, ketika Allah
‘menggandengkan’ antara kewajibanmenghamba kepada-Nya, dengan kewajiban
berbakti kepada orang tua, hal itu menunjukkan bahwa berbakti kepada kedua
orang tua memang memiliki tingkat urgensi yang demikian tinggi, dalam Islam.
Kewajiban itu demikian ditekankan, sampai-sampai Allah menggandengkannya dengan
kewajiban menyempurnakan ibadah kepada-Nya.